Social Commerce dan E-Commerce, terdengar familiar tapi ternyata kedua hal ini berbeda. Belum lama ini pemerintah memberlakukan aturan pelarangan berjualan di platform Tiktok. Salah satu penyebabnya karena dianggap merugikan para pedagang offline.

Pelarangan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Di dalamnya terdapat enam poin utama, salah satunya adalah pelarangan marketplace dan Social Commerce bertindak sebagai konsumen. Namun, sebagian besar masyarakat belum bisa membedakan antara Social Commerce dan E-Commerce.

Lalu, apa bedanya Social Commerce dan E-Commerce?

Social Commerce

Social Commerce mengacu pada praktik jual beli produk atau layanan secara langsung di dalam platform media sosial atau melalui interaksi sosial. Ini melibatkan integrasi fungsionalitas E-Commerce ke dalam platform media sosial, memungkinkan pengguna untuk menemukan, meneliti, dan membeli produk tanpa meninggalkan platform sosial.

Misalnya saja jual beli barang atau jasa langsung di media sosial seperti Facebook, Instagram, atau TikTok. Setiap platform punya orang-orang dengan usia dan minat berbeda, contohnya Facebook lebih digemari oleh orang dewasa, sementara Instagram lebih banyak digunakan oleh anak muda. Salah satu keunggulannya adalah pelanggan bisa membeli produk sekaligus berinteraksi dengan pengguna lain. Hal ini memudahkan pelanggan dapat berbincang, meningkatkan interaksi dengan audiens lewat konten-kontennya.

E-Commerce

Secara umum, E-Commerce merujuk kepada platform online yang menjadi tempat untuk jual beli produk. Di E-Commerce, produk-produk ditampilkan lengkap dengan deskripsi dan harga, kemudian pembeli hanya tinggal memilih produk dan memprosesnya sampai pembayaran selesai. Semua dilakukan dalam satu platform tanpa harus berpindah ke aplikasi atau website lainnya.

Lalu, pembeli menunggu sampai barang yang dibeli dikirimkan ke rumah. Contoh platform E-Commerce di Indonesia ialah Tokopedia, Shopee, Lazada, BliBli, dan Bukalapak.

Perbedaan E-Commerce dan Social Commerce

1. Fokus Utama

Pada E-Commerce akan banyak melihat katalog produk yang ditampilkan, sehingga para penjual biasanya akan lebih profesional dalam membuat katalog produk. Di sisi lain, Social Commerce lebih fokus pada interaksi langsung dengan pembeli, sehingga pelayanan kepada pelanggan jauh lebih diperhatikan. E-Commerce merupakan paket komplit untuk jual beli, mulai dari katalog hingga proses transaksi sehingga lebih fokus pada pembelian, sedangkan Social Commerce lebih berfokus pada pelayanan, interaksi dan juga promosi. 

2. Proses Transaksi

Dari segi cara penjualannya, E-Commerce memiliki beberapa fitur, seperti keranjang belanja, daftar produk hingga proses pembayaran dan pemilihan metode pengiriman. Berbeda dengan Social Commerce, dimana fitur yang dimiliki jauh lebih minim dibandingkan E-Commerce, dimana tersedia fitur ‘beli sekarang’ untuk mendorong konsumen membeli tanpa harus keluar dari aplikasi sosial media. 

3. Pemasaran

Pada dasarnya, pemasaran pada E-Commerce yaitu melalui strategi pemasaran seperti display ads, affiliate marketing ataupun email marketing, sedangkan pada Social Commerce, pelaku usaha dapat mempromosikan produk nya melalui unggahan konten, influencer, dan juga memanfaatkan fitur yang ada di media sosial. Jadi, penggunaan E-Commerce bagi suatu usaha lebih untuk memudahkan transaksi jual beli secara online, sedangkan Social Commerce membantu suatu usaha dalam berinteraksi dengan konsumen dan juga mempererat hubungan dekat dengan konsumen yang menarik keinginan untuk bertransaksi.  

Baca Juga: 6 Tips Melakukan Customer Satisfaction Survey

PT Strategic Partner Solution

The Bellezza Shopping Arcade 2nd Floor Unit SA15-16, Jl. Arteri Permata Hijau, Kec. Kby. Lama DKI Jakarta 12210
Phone: +62 81287000879
Email: info@myspsolution.com

© 2022 OrangE HR. All Right Reserved.
icon